Jurnalis Malang Kecam Pembungkaman Berpendapat dan Kriminalisasi
Lpm-papyrus.com – Kebebasan berpendapat sebagaimana yang selalu disuarakan oleh para aktivis dan pemerintah masih belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan berbagai pihak.
Berbagai pihak yang merasa dirugikan dengan alasan pencemaran nama baik terus bertambah, mulai sastrawan, aktivis, hingga komedian terlapor pencemaran nama baik.
Menyikapi hal tersebut, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang mengadakan Diskusi Terbuka yang langsung dihadiri Pendiri Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono, Dosen Fakultas Hukum Universitas Widyagama, Ibnu Subarkah, SH., M.H dan Ramadhan Alfaris, M.Si serta Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Merdeka, Rochmad Effendy, B.HSc, M.Si di Universitas Widyagama Malang, Rabu (13/09).
Kasus terbaru yang menjadi pokok pembahasan dalam diskusi terbuka tersebut adalah kasus yang diemban sang pemateri, Dandhy Dwi Laksono.
Dandhy Dwi Laksono, jurnalis sekaligus pendiri Watchdoc Documentary Maker dilaporkan oleh DPD Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur. Ia dilaporkan atas tuduhan menghina dan menebarkan kebencian pada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo. Itu terkait dengan artikel Dandhy berjudul “ Suu Kyi dan Megawati ” yang ia tulis dilaman Facebooknya.
Bahkan menurut Southeast Asian Freedom of Expression Network (Safenet) saja mencatat, setidaknya ada 177 kasus pemidanaan berdasarkan UU-ITE selama 2008-2016. Selain itu, Safenet menyebut ada 50 peristiwa pelanggaran atas hak berkumpul dan berpendapat di Indonesia yang terjadi sejak Januari 2015 sampai Mei 2016.
Hal-hal tersebut dianggap PPMI Kota Malang telah bertolak belakang dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat, berekspresi dan berserikat merupakan hak konstitusional warga negara yang semestinya dijamin oleh negara.
Suasana saat diskusi terbuka oleh para Jurnalis Malang berlangsung, Rabu (13/09) |
Bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Malang, PPMI setidaknya mengecam tiga poin penting terhadap beberapa masalah yang terjadi mengenai pembungkaman kebebasan berpendapat dan kriminalisasi yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Pertama, mengecam semua pihak yang berupaya membungkam kebebasan berekspresi dan penyampaian pendapat. Sehendaknya wacana dibalas dengan wacana sebagai proses dialektika dan adu gagasan. Kedua, menolak penggunaan UU ITE yang berakibat pada penahanan aktivis, masyarakat, dan sekaligus pemidanaan terhadap warga negara atas nama hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Ketiga, kepada seluruh rekan-rekan, masyarakat dan aktivis untuk terus memperjuangkan hak-hak dan tidak tunduk pada ancaman kriminalisasi.
Dengan tindakan tersebut, PPMI bersama AJI dan berbagai pihak yang tergabung berharap, masyarakat dapat mewaspadai ancaman kebebasan berpendapat dan berekspresi, sekaligus bersama mengawal demokrasi di Indonesia. (Hardi)
Tidak ada komentar