3 Pemuda Anggota PPMI ditangkap oleh Polresta Kota Malang
Tiga mahasiswa yang ditangkap polres Malang Kota |
Papyrus - Di tengah pandemi Covid-19, telah terjadi penangkapan tiga pemuda mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) atas tuduhan vandalisme, kemudian melebar menjadi penghasutan.
Tindakan penangkapan tiga aktivis oleh Polresta Kota Malang mendapat kecaman dari sejumlah LBH (Lembaga Bantuan Hukum). Di dalam rilis persnya, YLBHI, LBH Surabaya, dan LBH Pos Malang menilai polisi telah melakukan tindakan tidak demokratis, tidak menghargai hak warga negara, serta cacat prosedur hukum.
Pihak kepolisian, kali ini Polres Malang menahan tiga pemuda mahasiswa bernama Ahmad Fitron Fernanda, M. Alfian Aris Subakti dan Saka Ridho atas tuduhan vandalisme, kemudian melebar menjadi penghasutan.
Tindakan penahanan ini dianggap tidak mencerminkan profesionalitas polisi sebagai penegak hukum, karenanya melakukan tindakan penangkapan dan penahanan tidak sesuai aturan yang ada.
Pasalnya ketiga pemuda yang ditahan saat ini ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian pada tanggal 19 April 2020, sekitar pukul 20.20 WIB, berkisar lima orang polisi mendatangi kediaman Fitron di Sidoarjo. Menurut keterangan ayah Fitron, tiga polisi bertugas di Malang dan dua orang yang lain merupakan polisi Sidoarjo.
"Saat dimintai surat penjemputan, polisi menunjukan surat yang tidak ada nama Fitron sehingga Fitron sempat menolak untuk menuruti permintaan polisi tersebut," ungkap ayah fitron.
"Fitron sempat tidak mau namun pada akhirnya Fitron akhirnya terpaksa mengikuti polisi sekitar pukul 20.45 WIB dan dibawa ke Polres Malang sekitar pukul 23.00 WIB, polisi menggeledah kediaman nenek Fitron di Tumpang (tempat Fitron tinggal selama kuliah di Malang) untuk mencari barang-barang fitron yang berkenaan dengan gerakan anarko," lanjut ayah Fitron.
Kedua pemuda lainnya yakni Alfian dan Saka ditangkap di rumahnya pada tanggal 20 April 2020. Alfian dibawa polisi dari rumahnya di daerah Pakis, Malang sekitar pukul 04.00 pagi. Sedangkan Saka dijemput di rumahnya di Singosari pada pukul 05.00 WIB oleh lima personel kepolisian yang tidak berseragam.
Saka dan Fian, keduanya sering mengikuti agenda Aksi Kamisan Malang. Mereka selama ini juga mendampingi petani desa Tegalrejo di Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang yang sedang berjuang mempertahankan lahannya dari serobotan PTPN.
Keluarga Fitron, Alfian dan Mamul mengaku, ketiga pemuda ini tiba-tiba ditangkap tanpa menunjukan surat penahanan yang jelas, serta alasan penangkapan yang prematur. Hanya berbasis dugaan yang spekulatif tanpa disertai bukti yang jelas alias masih kabur, nampaknya penagkapan ini dianggap tidak demokratis.
Kedua pemuda lainnya yakni Alfian dan Saka ditangkap di rumahnya pada tanggal 20 April 2020. Alfian dibawa polisi dari rumahnya di daerah Pakis, Malang sekitar pukul empat pagi. Sedangkan Saka dijemput di rumahnya di Singosari pada pukul 05.00 WIB oleh lima personel kepolisian yang tidak berseragam. Saka dan Fian, keduanya juga sering mengikuti agenda Aksi Kamisan Malang. Mereka selama ini juga mendampingi petani desa Tegalrejo di Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang yang sedang berjuang mempertahankan lahannya dari serobotan PTPN.
Ketiga pemuda itu, diproses secepat kilat tanpa memperhatikan langkah-langkah hukum yang ada. Hal ini sangat bertentangan dengan azas keadilan. Karena mereka diperlakukan bak teroris dan berbahaya, padahal mereka kooperatif dan bekerja sama dengan baik. Apalagi tuduhan yang disangkakan sangat samar.
Anehnya Polisi menaikkan status mereka menjadi tersangka, dengan Pasal 160 Tentang Penghasutan yang merupakan delik materil.
Sudah jelas apa yang menimpa ketiga pemuda tersebut merupakan tindakan tidak demokratis, tidak menghargai hak warga negara serta cacat prosedur hukum.
Atas hal tersebut, PPMI Kota Malang meminta masyarakat sipil menuntut pihak kepolisian untuk membebaskan ketiga pemuda yang ditahan, karena telah menyalahi prosedur dan merupakan tindakan berlebihan, sangat bertolak belakang dengan hak asasi manusia.
Batalkan status tersangka, karena bertentangan dengan azas keadilan, tidak hanya pasal yang disangkakan, namun pasal-pasal lainnya yang akan disangkakakan, sebab tidak ada bukti jelas.
Penetapan tersebut sifatnya dugaan spekulatif. Serta hentikan hal serupa kepada siapapun, karena ini adalah mata rantai, sebab akan menyasar warga negara yang lain. Hal tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang seharusnya dipenuhi dan dilindungi oleh negara, bagian dari kriminalisasi lebih jauh SLAPP. (Hanif)
Tidak ada komentar