Dosen Jurnalistik Unitri Fathul Qorib : Eksistensi Diri Tanpa Skill Bahaya
Papyrus - Menanggapi kemunculan teknologi di era digital, yang berpengaruh terhadap eksistensi diri manusia, baik secara individu maupun sosial. Ruang Publik menghadirkan Fathul Qorib, S.I.Kom.,M.I.Kom, Made Dwi Adjani, S.Sos.,M.Si.,M.I.Kom, dan Puji F. Susanti membahas mengenai Eksistensi Diri di Era Digital, melalui live streaming Youtube TVRI Jawa Timur.
Salah satu pemateri, Dosen Jurnalistik Universitas Tribhuwana Tunggadewi (Unitri) Malang Fathul Qorib S.I.Kom.,M.I.Kom menyampaikan pada zaman pra digital manusia harus bekerja keras, berpendidikan dan mempunyai skill, agar dikenal oleh semua orang.
"Kalau zaman dahulu kita harus bekerja keras, berpendidikan, mempunyai skill, kapital, jaringan, bahkan kita harus memiliki semuanya agar bisa dikenal oleh semua orang. Namun di era digital ini, seperangkat alat di media sosial membuat kita eksis, meskipun kita tidak memiliki skill. Dan ini yang sebenarnya berbahaya," katanya pada saat diskusi publik melalui live streaming youtube, Selasa, (27/09).
Melanjutkan hal tersebut, Presidium Mafindo Puji F. Susanti juga menambahkan, awal mula eksistensi diri di era digital, didasari atas hak warga negara dan masyarakat yang diijinkan untuk berekspresi, berpendapat, serta beropini.
“Pada zaman dahulu, kita harus doing something atau melakukan sesuatu agar bisa eksis. Tetapi sekarang, kita tidak perlu doing something pun kita bisa eksis," tambahnya.
Diketahui pada undang-undang pasal 28, kita berhak berekspresi tetapi ada batasnya. Kasus atau fenomena negatif, dapat membuat eksistensi diri menjadi suatu hal yang tidak baik dan tidak ada batasnya.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Made Dwi Adjani, S.Sos.,M.Si.,M.I.Kom menuturkan, hadirnya internet memungkinkan untuk melakukan banyak hal, terutama ketika ingin eksis.
“Ketika kita melihat kondisi sekarang, dengan hadirnya internet memungkinkan kita untuk melakukan banyak hal, terutama ketika kita ingin eksis atau diakui keberadaannya dan bisa dirasakan oleh orang lain. Kemudian, kita bisa dikenal orang tanpa harus mengeksistensikan diri,” tuturnya.
Adapun, dalam dunia yang semuanya dipenuhi sosial media, sering kali orang membuat konten semaunya sendiri. Oleh karena itu, diperlukan edukasi, dan pemahaman bahwa ruang digital memungkinkan manusia untuk eksistensi tetapi tidak kebablasan. Karena, ada batasan undang-undang, perasaan orang lain, dan etika yang harus dipahami.(Romli/Ratna/Jhon )
Tidak ada komentar